Senin, 22 Mei 2017

Apa itu Sistem?

Secara umum sistem didefinisikan sebagai kumpulan bagian-bagian yang saling berinteraksi, berinterelasi dan saling bergantung antar bagian-bagian pembentuknya untuk mempertahankan keberadaan dan fungsinya sebagai keseluruhan dalam rangka mencapai suatu tujuan di dalam lingkungan yang kompleks. Gambar 2.1 merupakan ilustrasi yang mencoba menggambarkan pengertian sistem yang telah dijelaskan di atas.




Gambar 2.1. Hubungan antar bagian sistem, batas sistem, sub-sistem, dan input serta output sistem.

Dalam kehidupan ini, baik sadar atau tidak, manusia senantiasa menggunakan, mempenga-ruhi, dan bahkan dipengaruhi oleh berbagai sistem,  baik sistem biologi, sistem sosial, sistem mekanik, dan sistem alam, dan sebagainya.

Dalam suatu rincian sistem biologi, dipelajari molekul, sel, tumbuhan, dan binatang sebagai sistem. Tubuh manusia sendiri pun merupakan sistem biologi yang sangat kompleks, didalamnya terdiri dari berbagai sistem yang lebih kecil, seperti sistem pencernaan, sistem peredaran darah, dan lain-lain. Sistem pencernaan itu sendiri dapat terdiri dari elemen-elemen gigi, enzim, perut, dan usus. Kesemuanya itu berinterelasi melalui aliran fisik darah, dan dikendalikan oleh sekumpulan sinyal-sinyal senyawa kimia. Fungsi dari sistem pencernaan ini adalah untuk menghancurkan makanan yang dimakan, sehingga menjadi nutrisi-nutrisi yang dapat dialirkan ke seluruh bagian tubuh melalui aliran darah. Sementara itu sisa-sisa makanan yang tidak digunakan dibuang sebagai kotoran.

Pandangan yang lebih luas tanpa disadari bahwa seluruh kehidupan manusia telah dihabiskan, dibentuk, dan dikendalikan oleh sistem yang dinamakan dengan sistem sosial, seperti keluarga, sekolah, tempat bekerja, organisasi, atau berbagai kelompok sosial yang diikuti. Sebagai contoh, sebuah tim sepakbola juga merupakan sebuah sistem dengan elemen-elemen pembentuknya adalah para pemain, pelatih, lapangan, dan bola. Keterkaitan sistem ini adalah peraturan-peraturan permainan yang digunakan dalam permainan sepak bola dan mengatur pergerakan bola dan pemain di lapangan, strategi pelatih, dan komunikasi antar pemain ketika bertanding di lapangan. Tujuan dari sebuah tim sepakbola adalah untuk memenangkan pertandingan atau hanya sekedar hiburan, atau untuk berlatih fisik, atau mendatangkan uang, atau bisa jadi kesemuanya di atas.

Di sekolah atau universitas, dipelajari sistem bilangan. Praktek-praktek manajemen modern akan hancur tanpa didukung oleh sistem informasi yang baik. Dan untuk membantu aktivitas sehari-hari, dibuatlah berbagai sistem mekanik, seperti computer, mobil, telepon, pesawat terbang, dan lain-lain. 

Sekolah merupakan sebuah sistem, begitu juga dengan sebuah kota dan sebuah pabrik. Seekor binatang merupakan sebuah sistem, begitu juga dengan sebuah pohon. Bumi yang ditempati ini juga merupakan sebuah sistem. Begitu juga dengan tata surya, galaksi juga merupakan sebuah sistem. Kalau diamati lebih jauh ternyata bahwa sebuah sistem dapat terdiri dari sistem-sistem yang lebih kecil dinamakan sub-sub sistem, sistem juga merupakan bagian dari sistem yang lebih besar dinamakan supra sistem.


                    Tabel 2.1 Perbedaan antara sistem dan koleksi
Salah satu kunci penting yang harus diingat dari suatu sistem adalah bahwa semua bagian sistem saling keterkaitan dan saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya dengan tujuan tertentu. Tanpa adanya saling keterkaitan dan ketergantungan antara satu dengan lainnya, maka yang dilihat atau diperoleh hanyalah suatu koleksi atau kumpulan dan bukan merupakan sistem (Kim, 1999; O’Cornor, 1997). Perbedaan antara sistem dan koleksi atau kumpulan dapat dilihat pada tabel 2.1.

Apakah ada sesuatu yang bukan merupakan sistem? Ada, yaitu sekumpulan benda tanpa adanya keterkaitan atau hubungan antar elemen-elemennya. Pasir yang disebarkan di jalan tanpa sengaja bukan merupakan sebuah sistem. Pasir yang ada dijalan tersebut dapat ditambahkan atau diambil sebagian, dan ternyata yang ada masih merupakan pasir di jalan. Orang-orang yang sedang berkumpul untuk menunggu bis kota di halte bis bukan merupakan sebuah sistem. Di halte bis, bisa diamati bahwa kumpulan orang yang berada di halte tersebut dapat bertambah karena ada orang yang datang atau turun dari bis. Kumpulan orang di halte bis juga bisa berkurang karena ada orang yang naik bis kota atau meninggalkan halte bis. Coba bandingkan dengan sebuah keluarga, apakah sebuah keluarga merupakan sebuah sistem atau hanya kumpulan orang?

Kamis, 18 Mei 2017

Blok Bangunan Perilaku Sistemik

Bagian-bagian dari suatu sistem semuanya akan terkait baik secara langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu, adanya suatu riak perubahan dalam suatu bagian sistem, misalnya pada bagian A, akan berpengaruh pada bagian lainnya, yaitu bagian B, sehingga bagian B ini akan mengalami perubahan, dan perubahan yang terjadi pada bagian B akan berpengaruh juga pada bagian asalnya, bagian A. Oleh karena pengaruh tersebut kembali ke bagian semula (asal), membuat suatu loop (melingkar) dan tidak hanya searah, maka ini dikatakan sebagai feedback loop (simpal umpan balik).

 Gambar 2.2. Model sederhana simpal umpan balik

Terdapat dua jenis proses umpan balik: (1) umpan balik penguatan (reinforcing feedback) dan (2) umpan balik penyeimbangan (balancing feedback). Seluruh sistem, bagaimana pun kompleksnya, hanya terdiri dari dua jenis simpal umpan balik tersebut (Sterman, 2000; O’Cornor, 1997).

Tidak semua hubungan-hubungan sebab dan akibat terjadi dengan seketika. Kadang-kadang konsekuensi-konsekuensi dari suatu tindakan atau keputusan yang dilakukan tidak muncul dengan segera, akan tetapi ia baru muncul setelah beberapa menit, jam, hari, minggu, bulan, atau bahkan beberapa tahun kemudian, dan ini dinamakan dengan istilah delay atau ketertundaan.

Memahami Systems Thinking

Menurut Sudarsono (2003), minimal ada dua cara yang dapat dilakukan untuk memahami systems thinking, yaitu: dengan memahaminya sebagai salah satu disiplin belajar, dan dengan memahaminya sebagai konsepsi, sosok pengetahuan dan alat berpikir. 

Cara memahami systems thinking sebagai disiplin belajar dapat dilakukan dengan mencoba untuk memahami konsep pembelajaran dan organisasi pembelajaran. Dalam konsep pembelajaran, terda-pat tiga proses pembelajaran yang harus dilakukan secara terus-menerus secara bersamaan, yaitu (Raka, 2000; Sudarsono, 2003): (1) proses untuk selalu mempelajari, memahami, menghayati dan melaksanakan paradigma baru (learning how to learn), (2) proses untuk selalu mengevaluasi, meng-endapkan dan meninggalkan paradigma yang ternyata sudah tidak sesuai dengan tantangan terkini (learning how to unlearn), dan (3)  proses untuk selalu menggali, menemukan, dan mendayagunakan kearifan lama yang ternyata memberikan kontribusi untuk pemecahan problem saat ini (learning how to relearn)

Ketiga proses tersebut seharusnya dilakukan tidak hanya oleh perseorangan secara sendiri-sendiri, akan tetapi juga harus dilakukan pada tingkat kelompok, tingkat organisasi, bahkan tingkat bangsa (negara). Untuk itu, bagi setiap individu, kelompok, organisasi maupun bangsa, yang melaksanakan proses pembelajaran seharusnya ditandai dengan pemahaman dan penerapan – apa yang disebut dengan – disiplin belajar

Dengan memahami, menguasai, dan menerapkan disiplin belajar memungkinkan seseorang, sekelompok orang, organisasi atau bangsa dapat melaksanakan ketiga proses pembelajaran tersebut (Sudarsono, 2003).  

Cara memahami systems thinking sebagai konsepsi, sosok pengetahuan dan alat berpikir diawali dengan melakukan pergeseran cara berpikir atau perubahan pola pikir. Untuk dapat melakukan hal tersebut tentu saja yang pertama kali dilakukan adalah harus belajar, seperti belajar untuk melihat hubungan sebab-akibat searah ke hubungan saling keterkaitan, belajar untuk melihat potret-potret sesaat ke adanya proses perubahan, dan lain-lainnya. Langkah selanjutnya adalah dengan memahami fenomena hubungan kausal yang menggambarkan realitas suatu sistem, konsep umpan balik yang menggambarkan interaksi dinamis antar variabel yang diamati, baik saling memperkuat atau menyeimbangkan. Selanjutnya konsep diagram simpal kausal digunakan sebagai perangkat yang dapat membantu melakukan strukturisasi dan konseptualisasi berbagai permasalahan yang dihadapi. Sedangkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang perilaku sistem, pemodelan yang dibantu dengan simulasi komputer, salah satunya adalah sistem dinamik, dapat digunakan. 

Prinsip-prinsip Systems Thinking

Systems thinking memiliki sejumlah prinsip-prinsip universal yang secara kolektif menyediakan suatu kerangka kerja bagi teori dan prakteknya (Maani, 2000; Senge, 1990). Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah:
1)    Prinsip Melihat Gambar Besar
2)    Solusi Jangka Pendek dan Jangka Panjang.
3)    Indikator-Indikator yang Soft.
4)    Sistem sebagai Sebab/Alasan.
5)    Ruang dan Waktu.
6)    Sistem lawan Gejala.
7)    Dan lawan Atau

Dimensi Systems Thinking

Systems thinking dapat dikatakan sebagai disiplin yang muncul untuk memahami situasi kompleksitas dan perubahan. Systems thinking memandang organisasi sebagai keseluruhan dan fokusnya pada kesaling-bergantungan dan keterkaitan antara berbagai departemen, fungsi, dan divisi dan bagaimana mereka berpengaruh pada masing-masing dan keseluruhan organisasi. Untuk dapat memahami apa itu systems thinking, Maani (Trilestari, 2008) membagi systems thinking tersebut ke dalam tiga dimensi, yaitu: (1) sebagai paradigma, (2) bahasa, dan (3) metodologi. 

Sebagai suatu paradigma, systems thinking merupakan suatu cara berpikir dan cara menjelaskan hubungan dinamik yang mempengaruhi perilaku sistem. Paling tidak menurut Richmond (1993) diperlukan tujuh keahlian cara berpikir untuk dapat memahaminya sebagai suatu paradigma, yaitu: (1) berpikir dinamik, (2) berpikir kausalitas, (3) berpikir generik, (4) berpikir struktural, (5) berpikir operasional, (6) berpikir kontinum, dan (7) berpikir ilmiah.

Sebagai sebuah bahasa, systems thinking dapat dianggap sebagai sebuah bahasa untuk mengkomunikasikan kompleksitas dan kesaling-bergantungan atau menyediakan suatu perangkat untuk memahami kompleksitas dan dinamika dalam pembuatan keputusan (Goldman, 1995).

Sebagai metodologi, systems thinkingberisi sekumpulan perangkat dan teknologi pemodelan dan pembelajaran. Perangkat-perangkat pemodelan ini dapat digunakan untuk memahami struktur suatu sistem, keterkaitan antar komponennya, dan bagaimana perubahan-perubahan dalam suatu area akan mempengaruhi keseluruhan sistem dan bagian-bagiannya selama berjalannya waktu. Dengan demikian, model-model ini dapat digunakan untuk mengukur dan memprediksikan perilaku sistem, demikian juga dengan memberikan fasilitas dan mempercepat pembelajaran kelompok.

Secara garis besar, perangkat systems thinking dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu (1) perangkat pemodelan kualitatif dan (2) perangkat pemodelan kuantitatif (Kondratenko, 2003; Schuster, 2003). Perangkat pemodelan kualitatif merupakan perangkat yang digunakan untuk melakukan strukturisasi dan mempelajari suatu sistem, termasuk didalamnya diagram simpal kausal, perangkat Soft Systems Methodology, dan Magnetic HexagonMeskipun masing-masing dari perangkat ini dirancang secara sendiri-sendiri, akan tetapi perangkat-perangkat tersebut dapat digunakan secara kombinasi untuk mendapatkan wawasan yang lebih dalam dalam perilaku dinamiknya.

Esensi Systems Thinking

Esensi disiplin systems thinking terletak pada pergeseran cara berpikir. Paling tidak ada enam hal yang harus dipahami dan dilakukan dalam kaitannya dengan pergeseran cara berpikir ini, yaitu pergeseran berpikir dari (Senge, 1990; Capra, 1994):
1)    melihat hubungan sebab-akibat searah ke hubungan saling keterkaitan,
2)    melihat potret-potret sesaat ke adanya proses perubahan,
3)    melihat bagian-bagian pada keseluruhan,
4)    melihat analisis ke konteks,
5)    melihat objek ke hubungan,
6)    melihat hirarki ke jejaring,
7)    melihat struktur ke proses. 

Sejarah Singkat Systems Thinking

Pada awalnya, systems thinking muncul sebagai sebuah reaksi terhadap kesulitan-kesulitan sains untuk menghadapi berbagai permasalahan dalam sistem kompleks. Menurut Chapra (1994), penggagas awal systems thinking muncul dari para ahli biologi yang memandang bahwa organisme hidup merupakan suatu keseluruhan dan sifat-sifatnya tidak dapat dipisahkan atau direduksi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Sebagai pionirnya adalah Ludwig von Bertalanffy dengan General Systems Theory-nya. Ide mengenai systems thinking ini kemudian diperkaya oleh para ahli psikologi yang memandang bahwa organisasi hidup tidak dapat dipersepsi sebagai elemen yang terisolasi, akan tetapi harus dipersepsi dalam konteks pola-pola persepsi yang terintegrasi. Dalam hal ini, keseluruhan menjadi lebih dari sekedar penjumlahan bagian-bagiannya. Kontributor ketiga datang dari para ahli ekologi yang memusatkan perhatian pada studi komunitas hidup (ekosistem), dan sekali lagi mereka menolak melakukan reduksi suatu keseluruhan. Terakhir, ide systems thinking muncul dari para ahli fisika kuantum, yang mempertanyakan kebenaran teori mekanika Newton (Maani, 2000; Capra, 1994). 

Sejalan dengan perkembangan teori systems thinking, pada tahun 1947, Norbert Weiner dan John von Neumann mengembangkan kibernetika (cybernetics), sains yang menjelaskan hubungan antara manusia-mesin. Mereka mengembangkan suatu konsep penting tentang umpan balik dan pengaturan-diri (self-regulation) dalam bidang rekayasa dan memperluas konsep studi pada pola-pola, yang secara cepat mendorong pada perkembangan teori pengorganisasian-diri (self-organization). Pada tahun 1950-an, Jay W. Forrester dari Massachusetss Institute of Technology (MIT), memperkenalkan dan mende-monstrasikan penerapan teori pengendalian umpan balik dalam bentuk simulasi model organisasi. Forrester selanjutnya mengembangkan suatu bidang yang kemudian dikenal dengan system dynamics. Senge (1990) dan lainnya, juga dari MIT, memperluas dan mengembangkan konsep sistem dinamik ini ke dalam lima disiplin untuk pembelajaran organisasi. Salah satu bukunya yang cukup terkenal, The Fifth Dicipline: The Art and Practice of the Learning Organization, Senge menempatkan systems thinking sebagai disiplin terakhir atau “disiplin kelima” dalam organisasi pembelajaran (learning organization). Dalam bukunya tersebut, Peter M. Senge juga menerapkan penggunaan pola-pola dasar sistem (systems archetypes) untuk membantu memecahkan persoalan-persoalan yang umum ditemukan dalam bidang bisnis dan manajemen.

Suatu pendekatan lain yang berbeda dari systems thinking dikembangkan dan diperkenalkan di Inggris oleh Peter Checkland, dikenal dengan Soft Systems Methodology (SSM) pada awal tahun 1980-an. SSM didasarkan pada pendapat bahwa faktor-faktor manusia dan organisasi tidak dapat dipisahkan dari pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Pendekatan SSM ini kadang-kadang dianggap mengacu pada pendekatan “British’ atau soft Operation Research (OR), berbeda dengan pendekatan MIT, yang didasarkan pada system dynamics (Maani, 2000) atau dengan kata lain bahwa sistem dinamik merupakan suatu aplikasi praktis dari systems thinking (Haraldsson, 2000).