Kamis, 18 Mei 2017

Sejarah Singkat Systems Thinking

Pada awalnya, systems thinking muncul sebagai sebuah reaksi terhadap kesulitan-kesulitan sains untuk menghadapi berbagai permasalahan dalam sistem kompleks. Menurut Chapra (1994), penggagas awal systems thinking muncul dari para ahli biologi yang memandang bahwa organisme hidup merupakan suatu keseluruhan dan sifat-sifatnya tidak dapat dipisahkan atau direduksi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Sebagai pionirnya adalah Ludwig von Bertalanffy dengan General Systems Theory-nya. Ide mengenai systems thinking ini kemudian diperkaya oleh para ahli psikologi yang memandang bahwa organisasi hidup tidak dapat dipersepsi sebagai elemen yang terisolasi, akan tetapi harus dipersepsi dalam konteks pola-pola persepsi yang terintegrasi. Dalam hal ini, keseluruhan menjadi lebih dari sekedar penjumlahan bagian-bagiannya. Kontributor ketiga datang dari para ahli ekologi yang memusatkan perhatian pada studi komunitas hidup (ekosistem), dan sekali lagi mereka menolak melakukan reduksi suatu keseluruhan. Terakhir, ide systems thinking muncul dari para ahli fisika kuantum, yang mempertanyakan kebenaran teori mekanika Newton (Maani, 2000; Capra, 1994). 

Sejalan dengan perkembangan teori systems thinking, pada tahun 1947, Norbert Weiner dan John von Neumann mengembangkan kibernetika (cybernetics), sains yang menjelaskan hubungan antara manusia-mesin. Mereka mengembangkan suatu konsep penting tentang umpan balik dan pengaturan-diri (self-regulation) dalam bidang rekayasa dan memperluas konsep studi pada pola-pola, yang secara cepat mendorong pada perkembangan teori pengorganisasian-diri (self-organization). Pada tahun 1950-an, Jay W. Forrester dari Massachusetss Institute of Technology (MIT), memperkenalkan dan mende-monstrasikan penerapan teori pengendalian umpan balik dalam bentuk simulasi model organisasi. Forrester selanjutnya mengembangkan suatu bidang yang kemudian dikenal dengan system dynamics. Senge (1990) dan lainnya, juga dari MIT, memperluas dan mengembangkan konsep sistem dinamik ini ke dalam lima disiplin untuk pembelajaran organisasi. Salah satu bukunya yang cukup terkenal, The Fifth Dicipline: The Art and Practice of the Learning Organization, Senge menempatkan systems thinking sebagai disiplin terakhir atau “disiplin kelima” dalam organisasi pembelajaran (learning organization). Dalam bukunya tersebut, Peter M. Senge juga menerapkan penggunaan pola-pola dasar sistem (systems archetypes) untuk membantu memecahkan persoalan-persoalan yang umum ditemukan dalam bidang bisnis dan manajemen.

Suatu pendekatan lain yang berbeda dari systems thinking dikembangkan dan diperkenalkan di Inggris oleh Peter Checkland, dikenal dengan Soft Systems Methodology (SSM) pada awal tahun 1980-an. SSM didasarkan pada pendapat bahwa faktor-faktor manusia dan organisasi tidak dapat dipisahkan dari pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Pendekatan SSM ini kadang-kadang dianggap mengacu pada pendekatan “British’ atau soft Operation Research (OR), berbeda dengan pendekatan MIT, yang didasarkan pada system dynamics (Maani, 2000) atau dengan kata lain bahwa sistem dinamik merupakan suatu aplikasi praktis dari systems thinking (Haraldsson, 2000).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar